18 Nov 2010

Bukan Sekedar Tempat Mampir

Kampung halaman ku (Klaten), Barangkali, julukan gemah ripah loh jinawi memang pas apabila dialamatkan kepada Kabupaten itu, selain karena terkenal sebagai penghasil beras bermutu, di bidang pariwisata wilayah ini juga dikaruniai dengan seabrek objek pemikat. Di daerah Tingkat (Dati) II tersebut terdapat beragam objek wisata mulai dari wisata alam, peninggalan sejarah budaya kerajaan berupa candi-candi, mata air (umbul) yang kemudian berfungsi sebagai objek pemandian, makam-makam tokoh jaman dulu yang oleh Dinas Pariwisata (Diparta) setempat disebut sebagai objek wisata spiritual/rohani, museum gula serta upacara-upacara tradisional masyarakat tahunan.


Maka wajar saja kalau daerah tersebut kemudian menaruh harapan besar ke dunia pariwisata memasuki era baru ini, era otonomi daerah (otda). Hanya ada satu hal yang hingga saat ini masih sangat disayangkan oleh pihak Diparta setempat, bahwa kekayaan objek yang dimiliki itu masih belum begitu kuat menjadi potensi kepariwisataan modern. Karena masih bersifat wisata kunjungan yang insidentil. Klaten mempunyai prioritas ke depan agar potensi-potensi wisata yang ada di daerah ini bisa menjadi tujuan wisata atau destination of tourism bukan hanya sebagai daerah singgah saja.

Dan dalam rangka mengantisipasi bakal semakin sengitnya persaingan tiu, Diparta Klaten kini mulai pasang kuda-kuda dengan merancang berbagai rencana, yang diantaranya bakal memaksimalkan dua objek yang selama ini telah menjadi primadona, masing-masing Rawa Jombor dan Makam Ki Ageng Pandanaran.

Menyadari akan potensi itulah, Daerah ini optimis, ke depan, orang itu akan back to nature. Mereka akan mencari ketenangan dan kedamaian. Dan salah satu tempat yang menjadi pilihan adalah makam. Karenanya diharapkan setelah pengunjung itu berziarah ke Makam Ki Ageng Pandanarang maka perjalanan bisa dilanjutkan ke warung apung Rawa jombor. Ya, sembari menikmati pemandangan alam juga bisa lunch atau dinner, jadi bisa dikatakan side-seeing.”

Untuk  mewujudkan cita-cita itu, maka lebih dahulu harus diikuti dengan pembenahan sarana maupun prasarana. Memang jika berbicara idealnya, bukan hanya fasilitas perhubungan saja yang harus dibenahi, tetapi termasuk pula penerangan, komunikasi, atau sanitasi kesehatan seperti air bersih. Diingatkan juga bahwa membangun pariwisata itu ibaratnya menanam benih yang menuainya di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar